Minggu, 14 Maret 2010

Risiko Masuknya Kembali Penyakit Mulut dan Kuku ke Indonesia

Tri Satya Putri Naipospos

Indonesia sebagai suatu negara yang mempunyai status bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mempunyai potensi untuk meraih peluang ekspor. Status bebas penyakit hewan menular jelas merupakan insentif bagi perdagangan hewan dan produknya, terutama apabila digunakan sebagai strategi ekspor jangka panjang di mana sejumlah tindakan lain untuk promosi ekspor telah dilakukan.

Kasus PMK pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1887 dan kasus terakhir pada tahun 1983. Program pemberantasan PMK dilaksanakan secara intensif tahun 1974–1986 melalui vaksinasi terhadap populasi ruminansia di seluruh daerah tertular. Sejak kasus terakhir, sudah tidak pernah lagi dilaporkan kasus PMK di Indonesia selama 22 tahun.

Namun Indonesia harus senantiasa waspada, oleh karena sebagai negara dengan jumlah penduduk sangat besar seringkali dijadikan sebagai pangsa pasar yang cukup strategis bagi negara-negara pengimpor hewan dan produk hewan. Disamping itu Indonesia memiliki garis pantai yang cukup panjang dan tempat-tempat pemasukan yang cukup banyak, sehingga pengawasan terhadap masuknya komoditi peternakan secara ilegal sulit dilakukan.

Implikasi perdagangan

Meskipun secara teknis kebebasan suatu negara dari PMK maupun perluasan pasar sangat dimungkinkan dan secara ekonomi sangat menarik, akan tetapi implikasinya akan berbeda terhadap berbagai pihak (stakeholders). Bagi satu pihak mungkin menguntungkan, bagi pihak lain tidak berdampak apa-apa, bahkan bagi pihak lainnya bisa merugikan. Oleh karena itu sangat penting untuk mengkaji implikasi dari status bebas PMK tersebut, dilihat dari perspektif berbagai pihak dan memperhatikan pula dampak tidak langsung maupun dampak berganda (multiplier effect) yang ditimbulkan.

Suatu penyakit hewan eksotik yang sangat menular dan dapat menyebar melampaui batas negara (transboundary disease) seperti PMK mampu menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa besarnya, baik bagi produsen ternak, industri terkait, maupun konsumen.

Pemerintah Indonesia wajib berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah masuknya kembali PMK ke Indonesia dan akan melakukan upaya pemberantasan dengan biaya yang diharapkan dapat ditekan serendah mungkin apabila wabah PMK suatu saat muncul kembali.

Dampak ekonomi PMK dapat dihitung dari tingkat kemungkinan terjadinya wabah dikalikan dengan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemberantasan, ditambah beban ekonomi yang timbul sebagai akibat kehilangan pendapatan peternak maupun kehilangan peluang ekspor. Upaya memperkirakan tingkat kemungkinan kejadian wabah PMK merupakan suatu hal yang perlu dikaji secara cermat, oleh karena jalur masuk potensial PMK ke negara-negara yang statusnya bebas telah mulai berubah dalam tahun-tahun terakhir ini.

Secara tradisional, diasumsikan bahwa sumber penularan yang paling mungkin adalah importasi hewan dan produk hewan. Akan tetapi penerapan peraturan impor dan pengawasan lalu lintas hewan dan produk hewan yang ketat telah berhasil mengurangi risiko sampai ke tingkat yang dapat diabaikan. Di lain pihak, peningkatan jumlah wisatawan internasional, peningkatan volume perdagangan dan percepatan transportasi telah membentuk sumber penularan baru potensial yang harus dikaji secara lebih mendalam.

Potensi ancaman

Indonesia dinyatakan bebas PMK tahun 1986 dan status kebebasan tersebut telah diakui secara resmi oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) tahun 1990. Selama hampir 20 tahun, pemerintah Indonesia telah menetapkan pelarangan importasi yang ketat terhadap hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang berasal dari negara-negara yang dinyatakan tertular dalam upaya untuk mencegah masuknya kembali PMK ke Indonesia.

Peningkatan arus lalu lintas manusia dan barang serta perubahan pola perdagangan, serta juga perubahan peraturan perdagangan dunia telah menyebabkan meningkatnya kemungkinan timbulnya wabah PMK. Kecepatan lalu lintas perjalanan internasional semakin meningkat dalam tahun-tahun terakhir dan pertumbuhan jumlah penumpang internasional yang mengunjungi Indonesia semakin tinggi.

Virus PMK dapat bertahan selama 24 jam dalam sistem pernafasan manusia dan dalam kondisi yang memungkinkan selama beberapa minggu pada pakaian. Jadi sangat mungkin untuk seseorang yang mengunjungi suatu negara endemik PMK dan secara kurang berhati-hati membawa virus tersebut ke Indonesia.

Jalur masuk lain yang mungkin menyebabkan virus PMK masuk ke suatu negara bebas adalah melalui penyelundupan daging yang tidak diolah dan produk hewan lainnya, terorisme ekonomi dan sampah yang ditransportasikan dengan pesawat terbang dan kapal laut. Mengingat sangat tidak mungkin untuk melakukan pemblokiran seluruh jalur masuk yang mungkin menyebabkan masuknya PMK ke Indonesia, maka kemungkinan terjadinya wabah harus tetap dipertimbangkan.

Meskipun status Indonesia telah dinyatakan bebas PMK, namun sejumlah kondisi atau persyaratan yang diberlakukan oleh OIE tetap harus dipenuhi. Persyaratan yang sifatnya berlaku umum adalah memiliki sistem pelaporan penyakit yang teratur dan cepat , memiliki sistem surveilans yang efektif, dan melaksanakan seluruh peraturan menyangkut pencegahan dan pengendalian PMK.

Evaluasi status PMK dilaksanakan setiap tahun dan wajib dilaporkan oleh pemerintah Indonesia ke OIE. Dasar evaluasi berupa persyaratan khusus yang harus dipenuhi Indonesia yaitu tidak ada wabah dalam 12 bulan terakhir, tidak ada vaksinasi sekurang-kurangnya 12 bulan terakhir, dan tidak ada importasi hewan yang divaksin sejak vaksinasi berakhir.

Dalam ketentuan OIE, dinyatakan komoditi dari negara atau zona tertular yang bertindak sebagai media penular virus PMK dibagi menjadi dua kategori yaitu hewan hidup dan produk hewan. Yang termasuk hewan hidup adalah ruminansia domestik dan liar (termasuk hewan dalam keluarga Camelidae), serta babi domestik dan liar.

Berbagai macam produk hewan yang telah terbukti sebagai media penular virus PMK adalah semen dan embrio/ova dari ruminansia dan babi; daging segar dan produk daging dari ruminansia dan babi domestik/liar; produk asal hewan (ruminansia dan babi) yang ditujukan untuk konsumsi manusia, untuk digunakan sebagai pakan ternak atau untuk kepentingan pertanian atau industri; produk biologik yang non-steril (ruminansia dan babi); dan bahan tanaman untuk pakan ternak seperti jerami (straw) dan hijauan (forages). Komoditi lain seperti biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran dan umbi-umbian sangat kecil risikonya sebagai media yang dapat menyebarkan virus PMK.

Integrasi pemerintah dan swasta

Kebijakan pemerintah Indonesia dalam mempertahankan status bebas PMK seharusnya bukan hanya menekankan kepada pengamanan maksimum (maximum security) terhadap importasi hewan, produk hewan dan hasil ikutannya, tetapi juga bersama dengan semua pihak baik industri maupun pihak swasta lainnya secara terpadu melaksanakan respons dan kesiagaan darurat PMK (emergency response and preparedness for FMD).

Meskipun PMK sudah lama hilang dari wilayah Indonesia, tetap harus dilakukan upaya-upaya yang lebih serius dan terfokus untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya wabah yang setiap saat bisa saja kembali terjadi. Pemerintah perlu memperkuat kapasitas infrastruktur kesehatan hewan yang dimiliki, khususnya dalam meningkatkan kemampuan diagnosa dan surveilans, serta sistim pelaporan penyakit.

Kebanggaan Indonesia sebagai negara bebas PMK akan dapat terjaga selamanya, apabila semua pihak yang terlibat baik pemerintah, industri, sektor swasta lainnya, organisasi profesi, asosiasi di bidang peternakan, perguruan tinggi maupun masyarakat luas turut berpartisipasi dan bertanggung jawab baik moril dan materil.

Disamping itu Indonesia perlu memanfaatkan seoptimal mungkin status bebas PMK yang telah mendapatkan pengakuan internasional untuk mendorong pertumbuhan industri peternakan dalam negeri, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri serta menggerakkan ekspor untuk meningkatkan devisa negara dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

DRH TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS MPHIL PHD
Direktur Kesehatan Hewan
Direktorat Jenderal Peternakan
Departemen Pertanian

0 Komentar: