Tri Satya Putri Naipospos
Peran dokter hewan di pemerintahan sangat penting terutama dalam mengambil, menentukan dan menjalankan kebijakan mengenai segala hal yang menyangkut pembangunan peternakan pada umumnya dan pembangunan kesehatan hewan pada khususnya. Seringkali kebijakan yang harus diambil sangat sulit dan rumit serta mempunyai dampak yang luas dan sangat nyata bagi masyarakat, sehingga memerlukan berbagai pertimbangan baik teknis, sosial, ekonomi, maupun politik yang acuan referensinya belum tentu diperoleh dengan mudah dan dalam waktu singkat.
Dengan berlakunya era perdagangan bebas dan tantangan pembangunan peternakan yang semakin kompleks, maka peran dokter hewan di pemerintahan telah mengalami pergeseran. Pendekatan yang dahulu hanya berupa pendekatan penyakit (disease approach), telah berubah menjadi pendekatan kesehatan hewan (animal health approach) secara menyeluruh. Begitu juga dengan semakin ketatnya persaingan perdagangan ternak dan hasil ternak antar negara, maka konsep risiko nol (zero risk) telah bergeser menjadi konsep risiko yang masih dapat diterima (acceptable risk).
Perubahan sangat cepat yang terjadi pada sistem produksi ternak dan hasil ternak merupakan tantangan bagi profesi dokter hewan. Perubahan ini menyangkut kecenderungan terjadinya peningkatan menyeluruh dari skala operasional industri, integrasi vertikal, kemajuan dalam efisiensi pasar, dan regionalisasi produksi.
Perubahan ini paralel dengan yang terjadi pada ekonomi global terutama dengan terbentuknya blok-blok perdagangan dan penandatanganan perjanjian perdagangan bebas antara dua negara atau lebih. Hal ini menuntut reaksi yang cepat dan tepat dari dokter hewan pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk mengantisipasi setiap perubahan dengan perhitungan analisa risiko (risk analysis) yang kritis dan sistematis.
Peran dokter hewan di pemerintahan
Peran dokter hewan di pemerintahan begitu luas, oleh karena berkaitan bukan hanya dengan disiplin ilmunya semata-mata, akan tetapi juga berkaitan dengan disiplin ilmu pertanian, kesehatan masyarakat dan pangan (agriculture, public health and food). Dengan demikian tantangan dokter hewan di pemerintahan ke depan sangat berat karena memiliki peran yang interdisipliner dan harus memainkan peran penghubung (liaison roles) dari ke-tiga disiplin ilmu tersebut diatas.
Berbagai hal yang harus ditangani oleh dokter hewan pemerintah sebagai katalis pembangunan sektor pertanian pada umumnya dan subsektor peternakan pada khususnya. Tantangan dokter hewan pemerintah terutama dalam menangani berbagai hal tersebut, termasuk pengendalian penyakit (disease control), keamanan pangan (food safety), dan kesehatan lingkungan (environmental health).
Dengan demikian kontribusi profesi dokter hewan pemerintah dalam konteks pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tidak bisa lepas dari peranannya dalam membebaskan suatu wilayah/negara dari penyakit hewan menular tertentu, mempertahankan kebebasan suatu wilayah/negara dari penyakit hewan menular tertentu, dan menyediakan bahan pangan hewani yang memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Disamping itu diperlukan keterlibatan yang sangat intens dari dokter hewan pemerintah dalam mengantisipasi kemungkinan masuknya penyakit dari luar wilayah/negara atau timbulnya wabah penyakit hewan menular dengan suatu manajemen kesiagaan darurat (emergency management). Begitu juga penanganan dokter hewan pemerintah dalam setiap tahapan dan komponen yang membangun mata rantai penyediaan bahan pangan asal ternak “dari peternakan sampai konsumen” (from farm to table).
Pendekatan profesi
Pendekatan yang digunakan dalam profesi dokter hewan pemerintah adalah pendekatan kesehatan kelompok (herd health) dalam kaitannya dengan peningkatan efisiensi produksi ternak. Pelayanan yang diberikan oleh dokter hewan pemerintah lebih berorientasi kepada populasi, aspek pencegahan, aspek lingkungan dan ekonomi, daripada kesehatan dan penyakit. Dengan demikian strategi program kesehatan hewan yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit adalah pengelolaan penyakit dalam populasi (disease management in populations).
Pelayanan yang diberikan oleh dokter hewan pemerintah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pelayanan kesehatan hewan (preventive veterinary medical services), dan pelayanan kesehatan masyarakat veteriner (veterinary public health services).
Dalam memberikan pelayanan, maka orientasi kepada kelompok atau populasi hewan/ternak yang besar menjadi lebih penting daripada individu hewan/ternak. Begitu juga pertimbangan ekonomi yang menyebabkan profesi dokter hewan pemerintah harus lebih banyak memberikan perhatian terhadap upaya pencegahan (preventive medicine). Dengan demikian pelayanan pemerintah di bidang kesehatan hewan harus diorganisasikan secara ekstensif dan lebih berorientasi kepada masyarakat bawah (grass root).
Fungsi dokter hewan di pemerintahan dapat dibagi tiga kategori yaitu fungsi yang berkaitan dengan hewan/ternak (animal-related functions), fungsi biomedik (biomedical functions), dan fungsi generalis (generalist functions).
Tanggung jawab dokter hewan pemerintah dalam menjalankan fungsi yang berkaitan dengan hewan/ternak mencakup pengawasan produksi, pengolahan dan pemasaran bahan pangan asal ternak dan hasil bahan asal ternak; masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan industri ternak, seperti pengamanan pembuangan limbah ternak (safe disposal of animal wastes); diagnosis, surveilans dan pengendalian penyakit zoonosis; dan kesejahteraan hewan (animal welfare).
Tanggung jawab dokter hewan pemerintah dalam menjalankan fungsi biomedik mencakup epidemiologi; pelayanan laboratorium kesehatan hewan; kesehatan lingkungan (environmental health); perlindungan bahan pangan asal ternak (food protection); produksi dan pengendalian produk biologik; evaluasi dan pengendalian obat hewan; serta pengendalian penyakit reproduksi dan kemajiran.
Tanggung jawab dokter hewan pemerintah dalam menjalankan fungsi generalis harus didukung dengan penguasaan terhadap aspek administrasi, perencanaan dan koordinasi.
Fasilitasi perdagangan ternak dan hasil ternak
Bebasnya suatu negara dari penyakit hewan menular tertentu terutama yang masuk dalam daftar Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) dapat menjadi faktor pendorong untuk mendapatkan peluang ekspor bagi ternak dan hasil ternak. Status bebas penyakit bukan hanya memberikan keuntungan finansial bagi suatu negara, akan tetapi juga keuntungan lainnya dilihat dari aspek sosial budaya maupun politik.
Isu kesehatan hewan dapat digunakan oleh suatu negara untuk menghambat masuknya/menolak sementara suatu komoditi ternak atau hasil ternak yang tidak diinginkan, atau juga untuk menolak secara menyeluruh komoditi ternak atau hasil ternak yang dianggap bertindak sebagai media pembawa penyakit dari luar negeri. Menurut Perjanjian Perdagangan tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and Trade), importasi ternak dan hasil ternak yang dilakukan oleh suatu negara dengan maksud melindungi kesehatan manusia dan hewan seharusnya didasarkan atas kebenaran ilmiah dan prinsip-prinsip penilaian risiko (risk assessmet).
Pada waktu dahulu, dengan menggunakan pendekatan penyakit dan konsep risiko nol telah mendorong dokter hewan pengambil kebijakan di pemerintahan untuk melaksanakan tindakan penolakan terhadap importasi ternak dan hasil ternak yang dianggap dapat menularkan dan menyebarkan penyakit dari luar negeri. Meskipun kebijakan ini secara nyata telah berhasil mencegah pemasukan penyakit ke suatu negara, akan tetapi menimbulkan pula biaya tinggi baik untuk negara pengekspor maupun negara pengimpor.
Penyebaran penyakit tidak berlangsung secara random, akan tetapi mengikuti pola epidemiologi tertentu. Ketidakinginan suatu negara untuk menanggung kerugian ekonomi yang disebabkan oleh timbulnya penyakit hewan menular telah menyebabkan pihak berwenang di bidang kesehatan hewan di tingkat nasional (national veterinary authority) menerapkan kebijakan dan peraturan importasi yang sangat ketat.
Analisa risiko
Mengingat persaingan perdagangan yang sangat ketat diantara negara-negara di dunia dan pengaruh perubahan lingkungan strategis internal maupun eksternal telah menyebabkan dokter hewan pengambil kebijakan di pemerintahan melakukan perubahan, mengingat perdagangan ternak dan hasil ternak tidak mungkin berjalan efektif dan efisien tanpa risiko sekecil apapun.
Perubahan lebih baik yang disepakati adalah mempelajari risiko yang mungkin terjadi sebagai akibat dari importasi ternak maupun hasil ternak dan kemudian menganalisanya. Metoda analisa risiko yang dilakukan harus sesuai dengan pedoman OIE. Proses ini ditempuh melalui langkah-langkah identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian risiko (risk assessment), manajemen risiko (risk management), dan komunikasi risiko (risk communication).
Langkah pertama adalah menyusun daftar penyakit hewan menular yang berjangkit di negara pengekspor darimana sumber ternak maupun hasil ternak berasal, setelah itu mengidentifikasi penyakit mana yang paling berpotensi untuk terbawa melalui ternak atau hasil ternak yang akan diimpor. Langkah berikutnya adalah melakukan penilaian terhadap setiap risiko yang mungkin ditimbulkan oleh penyakit tersebut dengan memperhitungkan apakah kejadian penularan terjadi di negara asal atau setelah sampai di negara tujuan.
Begitu juga diperhitungkan alur yang dilalui oleh ternak atau hasil ternak di negara asal selama proses produksi, pengolahan, maupun pengangkutan, serta alur yang dilalui ternak atau hasil ternak di negara tujuan sampai terjadi penularan penyakit ke ternak lain atau penularan ke manusia.
Berdasarkan pada setiap risiko yang telah dipelajari, kemudian dilakukan langkah berikutnya berupa upaya pencegahan melalui tindakan karantina atau tindakan perlakuan tertentu terhadap ternak atau hasil ternak seperti pengujian laboratorium, vaksinasi, prosedur jaminan mutu (quality assurance) dan lain sebagainya apabila diperlukan.
Langkah terakhir adalah melakukan komunikasi mengenai jenis risiko, tingkat bahaya, dan upaya pencegahan yang harus dilakukan kepada seluruh pihak terkait (stakeholders) termasuk peternak, pedagang, importir, industri dan masyarakat konsumen.
Kebijakan pengamanan maksimum
Kebijakan pengamanan maksimum (maximum security) merupakan suatu kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan sebagai pemegang kewenangan tertinggi (the highest authority) di bidang kesehatan hewan. Keputusan ini merupakan suatu kebijakan profesional yang secara teknis harus dapat dipertanggungjawabkan mengingat implikasinya yang sangat luas menyangkut perlindungan kehidupan dan kesehatan masyarakat, stabilitas ekonomi dalam negeri, perlindungan industri dalam negeri dan peningkatan kepercayaan luar negeri.
Mengingat kaitan dengan hal tersebut diatas, maka peran dokter hewan dalam pemerintahan menjadi sangat strategis terutama dalam membuat kebijakan yang benar-benar mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak terkait (stakeholders). Dalam pertimbangan tersebut, harus juga diperhatikan kepentingan masyarakat konsumen secara luas.
Pada dasarnya konsumen menerima keuntungan jangka panjang dalam bentuk kualitas, keanekaragaman dan pasokan produk ternak yang cukup sebagai hasil dari perdagangan internasional, akan tetapi secara nyata juga harus membayar setiap pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan hewan. Dengan demikian setiap keputusan tentang importasi harus menyeimbangkan secara adil antara berbagai pihak terkait.
Dalam setiap importasi, pihak yang memperoleh keuntungan dan pihak yang menderita kerugian selalu adalah pihak yang berbeda satu sama lain. Seperti contohnya, sebagian besar produsen ternak lokal, produsen pakan dan industri pengolahan hasil ternak tidak akan menerima keuntungan apapun dari importasi produk ternak yang murah dari luar negeri, bahkan mereka sama sekali tidak memiliki daya saing (competitive advantage).
Di lain pihak apabila suatu produk dari luar negeri menjadi media pembawa penyakit yang ditularkan kepada populasi ternak di negara pengimpor, maka beban kerugian yang disebabkan oleh tindakan karantina, tindakan pemberantasan dan dibatasinya ekspor harus ditanggung oleh produsen ternak lokal, produsen pakan dan industri pengolahan hasil ternak.
Manajemen darurat
Kejadian suatu wabah penyakit eksotik seperti penyakit mulut dan kuku (PMK) akan menyebabkan beban dan tanggung jawab yang berat bagi pihak berwenang di bidang kesehatan hewan baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten. Untuk mengantisipasi hal tersebut, karena kejadian wabah penyakit bisa terjadi secara tiba-tiba, maka peran dokter hewan pemerintah menjadi sangat penting dan kritis dalam prosedur kesiagaan darurat (emergency action plan). Prosedur ini akan berperan sebagai sumber ilmiah, logistik dan manajerial yang dibutuhkan bagi persiapan atau operasional penanggulangan suatu keadaan darurat penyakit eksotik.
Peranan dokter hewan pemerintah pada masing-masing tingkat akan sangat penting mulai dari tahap awal terjadinya suatu keadaan darurat penyakit sampai kepada operasional penanggulangan yang harus dimulai secara terarah dan terkonsolidasi melalui pembentukan dan manajemen pos komando wabah di daerah tertular dan juga pusat penanggulangan wabah pada tingkat kabupaten, propinsi dan pusat.
Peranan dari masing-masing individu dokter hewan pemerintah yang terlibat dalam persiapan atau operasional penanggulangan suatu keadaan darurat penyakit perlu ditetapkan secara tegas untuk memantapkan garis komando dan koordinasi. Jumlah personil yang memegang peranan bergantung kepada sifat dan luasnya kejadian wabah, ketersediaan dan kemampuan tenaga yang ada dan perkembangan kampanye penanggulangan wabah. Tantangan bagi dokter hewan pemerintah adalah setiap keputusan yang diambil dalam memimpin operasi keadaan darurat memerlukan kemampuan teknis dan manajerial yang memadai.
DRH. TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS, MPHIL, PHD
Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan
Departemen Pertanian
0 Komentar:
Posting Komentar