Rabu, 27 Februari 2013

Perjanjian-perjanjian internasional yang mengikat negara dalam isu veteriner

Disampaikan dalam Angkatan Pertama Latihan Kepengurusan dan Kepemimpinan Veteriner (LKKV), Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI)
IPB International Convention Center, Bogor - Sabtu, 2 Maret 2013

Oleh : Tri Satya Putri Naipospos

Pendahuluan

Dalam lingkup perdagangan internasional hewan dan produk hewan, perjanjian-perjanjian yang mengikat suatu negara tertuang dalam Sanitary and Phytosanitary (SPS) dari Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization). [1] Dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) "Agreement Establising the World Trade Organization", maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada didalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Dengan menjadi anggota WTO berarti Indonesia terikat dengan adanya hak dan kewajiban. [2]

Perjanjian SPS diadopsi pada waktu perundingan negara-negara WTO di Putaran Uruguay tentang Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and Trade) tahun 1994. Perjanjian SPS ini dirancang untuk memperluas berlakunya ketentuan Pasal XX (b) dari GATT yang mengakui negara anggota WTO untuk mengadopsi suatu tindakan unilateral yang diperlukan untuk melindungi kesehatan manusia, hewan atau tanaman. [3]

Dalam perjanjian SPS tersebut, ditekankan perlunya harmonisasi antara para anggota WTO dalam menerapkan tindakan-tindakan kesehatan manusia, hewan dan tanaman berdasarkan standar internasional, pedoman dan rekomendasi yang dikembangkan oleh organisasi-organisasi internasional yang relevan. Sejak 1995, SPS menetapkan tiga organisasi untuk acuan standar internasional yaitu Codex Alimentarius Commissions (CAC) untuk keamanan pangan (food safety), Office International des Epizooties (OIE) untuk kesehatan hewan (animal health) termasuk zoonosis, dan International Plant Protection Convention (IPPC) untuk kesehatan tanaman (plant health). [2, 4]

Tindakan SPS diperlukan untuk melindungi kesehatan manusia dan hewan dari risiko yang diakibatkan oleh bahan tambahan pakan (feed additive), kontaminan, toksin atau organisme penyakit dalam bahan pangan asal ternak dan pakan. Juga untuk melindungi kehidupan manusia dari penyakit yang terbawa oleh hewan, melindungi kehidupan hewan dan tanaman dari pes (hama), penyakit dan organisme penyebab penyakit. Disamping itu, tindakan SPS diperlukan untuk melindungi suatu negara dari kerusakan yang ditimbulkan akibat masuknya, berkembangnya atau menyebarnya pes atau penyakit. [7]

Prinsip utama dari Perjanjian SPS adalah (1) non-diskriminatif, (2) justifikasi ilmiah (harmonisasi, penilaian risiko, konsistensi, restriksi perdagangan paling kecil), (3) ekuivalensi, (4) regionalisasi, (5) transparansi, (6) bantuan teknis/perlakuan khusus, serta (7) prosedur pengendalian, inspeksi dan persetujuan (control, inspection and approval).

Negara anggota WTO harus memastikan bahwa setiap tindakan SPS didasarkan kepada justifikasi ilmiah, diaplikasikan hanya apabila dianggap perlu untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan dan tanaman, serta tidak dipertahankan tanpa disertai bukti ilmiah.

Artikel 3 dan 5 perjanjian SPS menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan suatu negara harus didasarkan kepada standar internasional OIE dan CAC atau penilaian risiko (risk assessment) sesuai rekomendasi OIE atau Codex. Dalam hal dimana tidak tersedia bukti ilmiah relevan yang memadai, maka untuk sementara negara anggota dapat menetapkan tindakan SPS berdasarkan informasi yang tersedia. [7]

Artikel 7 perjanjian SPS menetapkan setiap negara anggota WTO harus membentuk suatu "Enquiry Point" yang merumuskan jawaban atas pertanyaan negara lain mengenai regulasi SPS yang diberlakukan dan juga memberikan tanggapan atas notifikasi negara lain yang mempunyai dampak terhadap perdagangan. Disamping itu setiap negara anggota juga menunjuk "Notification Body" yang menotifikasi kepada negara anggota lain mengenai regulasi SPS yang baru atau yang sudah diubah, jika tidak tersedia standar internasional atau regulasi baru berbeda dengan standar internasional dan regulasi mempunyai dampak signifikan terhadap perdagangan. [7]

Untuk melaksanakan kewajibannya dalam kaitan dengan perjanjian SPS, maka pada tahun 2002 pemerintah Indonesia cq. Kementerian Pertanian telah menetapkan Badan Karantina Pertanian sebagai "Enquiry Point" dan Pusat Standarisasi dan Akreditasi sebagai "Notification Body". [9]

Organisasi penentu standar internasional

Codex Alimentarius Commissions (CAC) adalah suatu badan antar pemerintah (intergovernmental body) dibawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). CAC merupakan inisiatif bersama antara Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization) dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sejak 1963 melalui pembentukan “FAO/WHO Food Standards Programme”. CAC memiliki anggota 180 negara, termasuk Masyarakat Eropa (European Community) sebagai anggota berbentuk organisasi. [4]

CAC menghasilkan standar produk yang disebut “Codex Alimentarius” (bahasa Latin untuk “book of food” atau “buku pangan”). Standar Codex bersifat sukarela (voluntary) atau tidak wajib (non-mandatory). Harmonisasi standar pangan internasional memiliki tujuan ganda yaitu untuk melindungi kesehatan konsumen dan sekaligus memastikan praktek-praktek perdagangan pangan yang adil. Juga dimaksudkan untuk mempromosikan koordinasi semua pekerjaan standar pangan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi internasional pemerintah maupun non-pemerintah. [4]

Office International des Epizooties (OIE) adalah suatu badan antar pemerintah independen yang didirikan oleh sejumlah negara pada tahun 1924 sebelum terciptanya PBB (United Nations) pada tahun 1945. Sebagai suatu organisasi, OIE memiliki “Statuta Organik” (Organic Statutes) yang menjadi dasar pengaturan hukum dari kewenangan internasionalnya. Pada tahun 2012, jumlah anggota OIE mencapai 178 negara. OIE adalah organisasi penentu standar internasional (standard setting organization) dengan mandat memperbaiki kondisi kesehatan hewan di seluruh dunia. [5, 6]

Negara anggota OIE bertanggung jawab untuk menetapkan dan mengadopsi standar-standar internasional dan berpartisipasi aktif dalam proses penentuan standar. Permintaan untuk standar, kajian ulang standar dan advis lainnya juga diterima OIE dari Komite SPS di WTO. [5]

OIE mempublikasikan dua jenis standar berkaitan dengan kesehatan hewan dan produk hewan yaitu standar perdagangan dan standar biologik. Empat publikasi OIE menyangkut standar kesehatan hewan yaitu: (1) The Terrestrial Animal Health Code; (2) The Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals; (3) The Aquatic Animal Health Code; dan (4) The Manual of Diagnostic Tests for Aquatic Animals.

The Terrestrial Animal Health Code dan The Aquatic Animal Health Code (dalam hal ini disebut Codes”) bertujuan untuk memastikan keamanan sanitari perdagangan internasional dari hewan-hewan darat (mamalia, unggas dan lebah) dan hewan akuatik (amphibi, ikan, krustasea dan moluska) dan produk-produknya. Jaminan ini dicapai dengan cara menguraikan secara detil tindakan kesehatan hewan yang bisa digunakan oleh otoritas kesehatan hewan nasional atau otoritas kompeten lainnya dari negara pengimpor dan negara pengekspor dalam mengembangkan regulasi kesehatan hewan untuk keamanan importasi hewan dan produk hewan. Tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah terbawanya agen patogen untuk hewan dan/atau manusia, tanpa mengenakan restriksi perdagangan yang tidak dapat dijustifikasi. [8]

Prinsip-prinsip kunci yang diaplikasikan di dalam “Codes” sebagai berikut:
  1. Negara pengimpor dan pengekspor wajib mematuhi ketentuan-ketentuan WTO yang relevan.
  2. Informasi ilmiah terkini yang harus dipergunakan.
  3. Tindakan-tindakan kesehatan hewan harus didasarkan kepada penilaian risiko yang memadai terhadap komoditi yang diperdagangkan.
  4. Evaluasi kinerja sistem kesehatan hewan nasional (performance of veterinary services), atau jika dianggap perlu terhadap otoritas kompeten lainnya telah dilakukan.
  5. Penetapan zona (zoning) dan kompartementalisasi diaplikasikan dimana dianggap tepat.
  6. Klaim negara pengimpor dan pengekspor mengenai status kesehatan hewannya didasarkan kepada informasi epidemiologis yang dikumpulkan melalui sistem surveilans yang konsisten dengan standar OIE. 
Pelaporan penyakit dan notifikasi wabah

Di era globalisasi seperti sekarang ini, transmisi informasi dengan menggunakan teknologi informasi dianggap sudah sangat maju dan memberikan kesempatan bagi negara anggota OIE untuk melaporkan penyakit secara tepat waktu (real time). Negara anggota harus melaporkan kejadian penyakit hewan yang ada dalam daftar OIE, kemunculan penyakit baru dan kejadian epidemiologik yang signifikan dalam waktu 24 jam. Kapasitas OIE dalam merelai informasi situasi penyakit hewan global terakselerasi secara cepat dengan adanya World Animal Health Information System (WAHIS). WAHIS memungkinkan negara anggota untuk terhubung secara elektronik dengan server yang berlokasi di Kantor Pusat OIE. [10]

Dasar hukum untuk setiap negara anggota menotifikasi ke OIE tentang kejadian penyakit hewan termasuk zoonosis tercantum dalam Artikel 5 Statuta Organik OIE dan Artikel 1.1.2 dari Bab 1.1 Terrestrial Code dan Bab 1.1 Aquatic Code tentang “Notification of diseases and epidemiological information”. Sedangkan daftar penyakit OIE (OIE listed diseases) yang harus dilaporkan tercantum dalam Artikel 3 Bab 1.2 Terrestrial Code dan Artikel 1 sampai 4 dari Bab 1.3 Aquatic Code. [11]

Untuk menjalankan mandatnya dalam memastikan transparansi global informasi penyakit hewan, maka OIE membangun dua sistem yang disebut: “OIE Early Warning System” untuk notifikasi segera dan tindak lanjut kejadian wabah (epidemi), dan “OIE Monitoring System” untuk informasi reguler penyakit endemik melalui laporan 6 bulanan (six-monthly report) dan tahunan (annual report). [11]

Jenis laporan yang harus disampaikan ke OIE dalam notifikasi segera dan tindak lanjut terdiri atas (i) notifikasi segera (immediate notification) kejadian wabah penyakit, infeksi ataupun kejadian epidemiologis yang tidak biasa; (ii) laporan mingguan (weekly report) sebagai tindak lanjut dari notifikasi segera; dan (iii) laporan akhir (final report) apabila wabah telah berakhir dan situasi sudah menjadi endemik. [11]

Sesuai dengan Artikel 1.1.3 dari Bab 1.1 Terrestrial Code dinyatakan ada enam alasan yang dapat digunakan untuk melaporkan wabah ke OIE yaitu:
  1. kejadian pertama kali dari penyakit dalam daftar OIE dan/atau infeksi di suatu negara, zona atau kompartemen;
  2. kejadian berulang dari penyakit dalam daftar OIE dan/atau infeksi di suatu negara, zona atau kompartemen;
  3. kejadian pertama kali strain baru suatu patogen dari penyakit dalam daftar OIE di suatu negara, zona atau kompartemen;
  4. kenaikan secara mendadak dan tidak diharapkan dari penyebaran, insidensi, morbiditas atau mortalitas dari penyakit dalam daftar OIE yang umum didapatkan di suatu negara, zona atau kompartemen;
  5. suatu penyakit baru muncul (emerging disease) dengan morbiditas atau mortalitas yang signifikan, atau berpotensi zoonosis;
  6. perubahan epidemiologi dari suatu penyakit dalam daftar OIE (termasuk cakupan hospes, patogenisitas, strain) terutama apabila ada dampak zoonosisnya.
Standar-standar internasional

Standar-standar Codex terkait isu veteriner dapat dibagi dua yaitu standar umum dan standar spesifik. Standar umum meliputi hal-hal seperti:
  • Label pangan (food labelling)
  • Bahan tambahan pangan (food additives)
  • Kontaminan dalam pangan (food contaminants)
  • Pestisida dan residu bahan kimia dalam pangan (maximum residue limits)
  • Prosedur “Risk assesment” untuk menentukan keamanan pangan hasil bioteknologi
  • Higiene pangan (sistem Hazard Analysis and Critical Control Point/HACCP)
  • Metoda analisis dan pengambilan sampel.
Sedangkan standar spesifik meliputi hal-hal seperti:
  • Produk daging (segar, beku, olahan daging hewan dan unggas)
  • Poduk ikan dan perikanan (laut, air tawar, dan akuakultur)
  • Susu dan produk susu. [4]

 
Beberapa standar OIE yang dianggap penting diatur dalam sejumlah bab di Volume 1 Terrestrial dan Aquatic Code menyangkut hal-hal sebagai berikut:

1. Kewajiban dan etika dalam perdagangan internasional

Bab 5.1 dan 5.2 “Codes” mengatur tanggung jawab negara pengimpor dan pengekspor dalam melakukan tukar menukar informasi kesehatan hewan terkini, menentukan regulasi impor dan menyediakan sertifikasi kesehatan hewan yang akurat.

Bab 5.4 sampai 5.9 “Codes” mengatur mengenai tindakan kesehatan hewan yang diterapkan sebelum dan pada saat diberangkatkan dari suatu negara pengekspor, selama transit dan pada saat tiba di negara pengimpor. Bab ini mencakup isu-isu seperti identifikasi ternak (animal identification), keamanan transportasi dari hewan dan produk akuatik, keperluan untuk memenuhi persyaratan negara pengimpor dan setiap negara transit, pemanfaatan pos perbatasan/stasiun karantina, dan pengamanan pengiriman patogen selama masa transportasi.

2. Analisa risiko impor (import risk analysis)

Importasi hewan dan produk hewan bisa mengakibatkan suatu tingkat risiko penyakit bagi negara pengimpor. Secara prinsip, analisa risiko impor merupakan suatu metodologi yang obyektif dan dapat dipertahankan oleh negara anggota dalam menilai dan mengelola risiko penyakit yang berhubungan dengan importasi. “Codes” menjelaskan tentang komponen analisa risiko impor (identifikasi ancaman, penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko) dan menyediakan petunjuk bagaimana melakukan analisa risiko.

3. Penetapan zona (zoning) dan kompartementalisasi

Prinsip-prinsip yang mendasari konsep zona dan kompartementalisasi diatur dalam Bab 4.3 Terrestrial Code dan Bab 4.1 Aquatic Code. Sekuens dari langkah yang harus diambil dalam membangun zona/kompartemen dan bagaimana mendapatkan pengakuan untuk tujuan perdagangan internasional diterangkan dalam Artikel 5.3.7 Terrestrial Code.

4. Surveilans penyakit

Terrestrial Code menerangkan prinsip-prinsip umum dan petunjuk-petunjuk khusus mengenai sistem surveilans penyakit hewan yang ditujukan untuk menentukan status kesehatan hewan suatu negara, zona atau kompartemen. Bab 1.4 Terrestrial Code menyediakan prinsip-prinsip umum dalam menyatakan suatu negara, zona atau kompartemen bebas penyakit/patogen dalam kaitannya dengan perkembangan kejadian terakhir dan juga untuk pengakuan bebas secara historis. Bab 1.4 Aquatic Code menyediakan petunjuk-petunjuk untuk surveilans kesehatan hewan akuatik.

5. Keamanan pangan asal hewan (animal production food safety)

Bab 6.1 Terrestrial Code menyediakan petunjuk dalam kaitannya dengan peran dan tanggung jawab Kelembagaan Kesehatan Hewan dalam pengamanan pangan. Bab 6.2 meyediakan petunjuk untuk pengendalian ancaman (hazard) biologis ditinjau dari kepentingan kesehatan hewan dan kesehatan manusia melalui pemeriksaan daging secara ante dan post-mortem. Bab 6.3 menyediakan petunjuk untuk pemberian pakan ternak dalam kaitannya dengan kesehatan hewan.

6. Penelusuran ternak (animal traceability)

Bab 4.1 dan 4.2 Terrestrial Code menyediakan standar untuk identifikasi dan penelusuran ternak hidup. Identifikasi ternak dan penelusuran ternak merupakan suatu hal yang penting untuk efektivitas manajemen wabah penyakit dan gangguan keamanan pangan, implementasi program vaksinasi, pengelompokan ternak, penetapan zona dan kompartementalisasi, surveilans penyakit, sistem respon cepat dan notifikasi, pengendalian lalu lintas ternak, serta prosedur inspeksi dan sertifikasi.

7. Resistensi antimikrobial (antimicrobial resistance)

Kehati-hatian dalam penggunaan antimikrobial adalah hal yang esensial dalam mengawal alat terapeutik dan perlindungan terhadap risiko terkait dengan pengembangan resistensi antimikrobial pada hewan, dan kemungkinan berakibat ke manusia. Bab 6.7 sampai  6.11 Terrestrial Code berisi standar-standar untuk tujuan harmonisasi program-program surveilans dan monitoring resistensi antimikrobial, monitoring kuantitas antimikrobial yang digunakan di peternakan, serta tanggung jawab dan kehati-hatian dalam penggunaan agen mikrobial dalam kedokteran hewan. Bab ini juga menerangkan tentang analisa risiko untuk resistensi antimikrobial.

8. Kesejahteraan hewan (animal welfare)

Terrestrial Code berisikan prinsip-prinsip umum yang relevan dengan kesejahteraan hewan, dan standar-standar untuk transportasi ternak melalui darat dan laut, pemotongan hewan untuk konsumsi manusia dan pembunuhan/pemusnahan hewan untuk tujuan pengendalian penyakit, pengendalian populasi anjing liar dan pemanfaatan hewan untuk penelitian dan pendidikan. Bab 7.4 dibuat berkoordinasi dengan International Air Transport Association (IATA) dan memuat persyaratan khusus untuk transportasi internasional hewan domestik dan satwa liar melalui udara. Aquatic Code menyediakan petunjuk permulaan tentang kesejahteraan ternak ikan dan juga kesejahteraan ternak ikan selama masa transportasi.

Secara umum, setiap Bab dalam Volume 2 Terrestrial Code mengatur tentang suatu penyakit tertentu dan struktur dari masing-masing bab diatur sebagai berikut:
  • Deskripsi singkat mengenai penyakit tersebut (strain patogen, periode infektif, standar uji diagnostik dan vaksin dan epidemiologi yang relevan dengan tindakan yang tercantum dalam bab-bab di Volume 1).
  • Daftar komoditi yang tidak memerlukan tindakan khusus, tanpa mempertanyakan status penyakit negara pengekspor.
  • Informasi tentang tindakan apa yang harus diaplikasikan terhadap komoditi lain.
  • Informasi tentang faktor-faktor apa yang harus dipertimbangkan dalam menilai risiko yang disampaikan oleh negara pengekspor untuk penyakit tersebut.
  • Informasi tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu negara/zona/kompartemen dalam mencapai status penyakit tertentu misalnya negara bebas, zona bebas dengan vaksinasi, flok bebas dlsbnya.
  • Artikel-artikel mengenai metoda yang dapat dipergunakan menginaktivasi agen penyakit.
  • Artikel-artikel mengenai metoda surveilans penyakit.
  • Artikel-artikel mengenai cara yang memadai untuk melakukan analisa risiko. [8] 

Sebagaimana diuraikan diatas, perjanjian SPS memberikan kesempatan bagi negara anggota WTO untuk menetapkan dan memberlakukan tindakan-tindakan kesehatan hewan (dalam bentuk regulasi impor) untuk perlindungan terhadap risiko kesehatan hewan dan manusia yang terkait dengan importasi hewan dan produk hewan. Perjanjian SPS secara kuat mendorong agar setiap negara anggota WTO mendasarkan regulasi-regulasi kesehatan hewannya pada standar-standar internasional OIE yang termuat dalam Terrestrial Code dan Aquatic Code. [8]

Dalam kondisi dimana tidak tersedia standar-standar yang relevan atau dimana negara anggota memilih untuk mengadopsi tingkat perlindungan yang lebih tinggi dari yang tercantum dalam standar OIE, maka penggunaan analisa risiko yang ilmiah adalah esensial untuk mendeterminasi apakah importasi suatu komoditas tertentu memiliki risiko signifikan terhadap kesehatan manusia atau hewan. Apabila risiko tersebut benar ada maka negara anggota dapat menentukan tindakan apa yang harus diaplikasikan untuk mengurangi risiko tersebut ke tingkat yang dapat diterima (acceptable level). Analisa risiko bisa saja tidak diperlukan apabila negara pengimpor sudah mengaplikasikan semua tindakan-tindakan kesehatan hewan yang direkomendasikan dalam Codes. [8]

Penutup

Indonesia sebagai negara anggota WTO harus mematuhi perjanjian SPS dengan berupaya secara berkesinambungan untuk meningkatkan kesesuaian dengan standar-standar internasional yang ada. Sudah barang tentu sebagai negara berkembang, Indonesia memerlukan dukungan dari dalam negeri maupun dari eksternal dalam upaya memperkuat infrastruktur, sumberdaya dan kapasitasnya dalam pemanfaatan standar-standar internasional, sehingga mampu mendapatkan keuntungan penuh dari perjanjian SPS tersebut.

Untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam pemenuhan standar-standar internasional OIE, maka investasi publik untuk perbaikan kelembagaan, sumberdaya dan kapasitas serta peningkatan peran dokter hewan dan tenaga kesehatan hewan lainnya harus mendapatkan prioritas. Standar-standar internasional OIE yang ditetapkan dengan perjanjian SPS semakin relevan di era saat ini dimana terjadi peningkatan globalisasi dan peningkatan perdagangan yang diiringi dengan kemungkinan menyebarnya penyakit hewan dan zoonosis ke seluruh dunia.

Referensi:

1. Vallat B. And Wilson D.W. (2003). The obligations of Member Countries of the OIE (World Organization for Animal Health) in the organization of Veterinary Services. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., (22)2, 547-552.
2. http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/index.php?module=news_detail&news_category_id=4&news_sub_category_id1 
3. http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/JurnalNo-3-Vol-19-JULI-2012/Sri-Wartini-Full-Text-No-3-Vol-19-JULI-2012.pdf
4. Plotkin B. (2010). Presentation of WHO at OIE Global Conference on Veterinary Legislation. http://www.oie.int/fileadmin/Home/fr/Conferences_Events/sites/F_LEG_VET2010/Documents/Presentations/Day%201/1.2%20plotkin.ppt  
5. Varas M. (2012). AWARE: Animal Welfare Research in an Enlarged Europe. Presented at the OIE Animal Welfare Standards. 29 March 2012. 
http://www.aware-welfare.eu/downloadattachment/45419/21502/OIE_AWARE.pdf
6. Bruschke C. and Vallat B. (2007). OIE standards and guidelines related to trade and poultry diseases. Poultry in the 21st Century. http://www.fao.org/AG/againfo/home/events/bangkok2007/docs/part2/2_4.pdf  
7. Khan S. (2011). Aquatic Animal Health and Trade. Aquatic Animal Health Programmes: their benefits for global food security. Panama City, Panama, 28 – 30 June 2011. http://www.oie.int/eng/A_aquatic/Docs/Presentations/1.2_Khan.ppt
8. The International Standards of the OIE. OIE, 12 rue de Prony, 75017 Paris, France. http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/livestockgov/documents/A_standardisation_activities.pdf
9. http://perundangan.deptan.go.id/admin/file/SK-300-03.pdf  
10. Notification of animal and human diseases Global legal basis. OIE, 12 rue de Prony, 75017 Paris, France. http://www.oie.int/eng/PDF_WORD_Vademecum/WAHIS-WAHID_FINAL/Slide%2022/EN/Legal_basis_EN.pdf
11. World Animal Health Information System and Database (WAHIS and WAHID). Dr Francesco Berlingieri, Deputy Head Animal Health Information Department. OIE, 12 rue de Prony 75017 Paris, France. http://www.protekt.com.tr/dokumanlar/Pr%C3%A9sentation_WAHIS_DS.ppt

0 Komentar: