REPUBLIKA, Sabtu, 15 November 2008
Tri Satya Putri Naipospos
Bekerja di World Organization for Animal Health (Office International des Epizooties/OIE), Regional Coordination Unit for Southeast Asia, Bangkok
Lemahnya aspek perundangan merupakan kendala utama dalam upaya mengendalikan dan memberantas penyakit hewan menular terutama yang berpotensi menular ke manusia. Itu suatu kesimpulan dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) setelah melakukan evaluasi teknis terhadap sejumlah negara yang terjangkit flu burung atau avian influenza (AI) sejak tahun 2003 lalu.
Kondisi ini kebanyakan terjadi di negara-negara berkembang di Afrika dan Asia. Bahkan beberapa negara berkembang sampai saat ini belum memiliki perundangan yang mengatur kesehatan hewan. Selain itu, masih ada negara-negara yang perundangannya warisan negara penjajah di masa lampau, termasuk Indonesia.
Perundangan yang dimiliki Indonesia sejak zaman Belanda yang mengatur tentang penyakit hewan menular, yaitu Staatbalds Nomor 432 tahun 1912. Satu-satunya perundangan dibuat setelah Indonesia merdeka adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 yang memuat ketentuan-ketentuan pokok tentang peternakan dan kesehatan hewan. Saat ini Indonesia sedang dalam tahap akhir penyelesaian perundangan baru.
Kepentingan internasional
Mengingat pentingnya antisipasi perubahan global dan banyaknya penyakit hewan menular yang muncul baru dan muncul kembali (emerging and re-emerging animal disease), maka OIE berpandangan aspek perundangan haruslah menjadi suatu hal yang sangat kritis untuk mulai dibenahi oleh negara-negara anggota. Tantangan baru menyebabkan OIE mengubah mandat yang dimilikinya sejak organisasi tersebut berdiri tahun 1923 lalu. Mandat yang dianggap sudah tidak relevan lagi untuk masa kini.
Secara historis, mandat OIE adalah menjamin transparansi situasi global penyakit hewan dan zoonosis serta mengumpulkan, menganalisis, dan menyebarluaskan informasi kesehatan hewan ke seluruh dunia. Mandat OIE baru diarahkan pada penguatan keahlian dan dorongan kerja sama internasional dalam memerangi penyakit hewan, memperbaiki kerangka perundangan dan sumber daya dari sistem kesehatan hewan nasional.
Dalam lingkup mandat tersebut, OIE bersama-sama dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengawal perdagangan global dengan menerbitkan standar-standar untuk perdagangan internasional hewan dan produk hewan. Rencana OIE ke depan untuk juga mencakup pedoman perundangan di bidang kesehatan hewan.
Dengan mandat baru ini, penekanan lebih ditujukan untuk perbaikan sistem daripada sekadar pelaksanaan pengendalian penyakit. Dengan demikian, OIE berkepentingan untuk meningkatkan kualitas sistem kesehatan hewan nasional dari anggotanya yang sekarang berjumlah 174 negara.
Untuk kepentingan internasional adalah tanggung jawab pemerintah suatu negara untuk mengendalikan dan memberantas penyakit hewan yang berjangkit di negaranya agar tidak malahan meluas ke wilayah negara lain. Apabila sistem kesehatan hewan nasional didukung oleh perundangan dan sumber daya yang kokoh, negara tersebut akan mampu secara profesional mengatasi penyakit hewan yang berjangkit di negaranya. Terlebih lagi kalau itu menyangkut penyakit lintas batas yang sifatnya menular ke manusia, bahkan berpotensi pandemi, seperti avian influenza H5N1.
Perundangan kesehatan hewan
Perundangan dimaksud memuat tentang segala sesuatu menyangkut aspek kesehatan hewan yang perlu diatur dan jenis-jenis kekuatan hukum yang diperlukan untuk menjalankan tindakan-tindakan kesehatan hewan secara sah. Terutama tindakan darurat, seperti pemusnahan hewan dan pembatasan lalu lintas ternak yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan kehidupan dan kesehatan manusia.
Perundangan perlu memuat tindakan hukum yang dikenakan bagi pihak yang tidak menjalankan atau tidak mematuhi apa yang telah diamanatkan dalam perundangan tersebut. Penting diketahui tentang prinsip perundangan di bidang medis. Paralel dengan bidang kesehatan, harus dibedakan antara dua hal, yaitu aturan tentang sistem kesehatan hewan nasional (veterinary services) dan aturan tentang profesi.
Setiap negara memerlukan perundangan tentang otoritas pemerintah dalam menjalankan tindakan kesehatan hewan yang wajib dipatuhi yang disebut UU Kesehatan Hewan (Veterinary Services Law/Act). Di samping itu juga perundangan tentang praktik dokter hewan menyangkut lisensi, standar kompetensi, malapraktik yang disebut UU Praktik Dokter Hewan (Veterinary Surgeon atau Medicine Act). Titik berat perundangan yang pertama adalah kewenangan kesehatan hewan atau veteriner yang dimiliki pemerintah, sedangkan perundangan kedua tentang kewenangan medis yang dimiliki dokter hewan.
Perbandingan perundangan di ASEAN
Harus diakui kondisi perundangan utama bidang kesehatan hewan di sejumlah negara ASEAN masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara maju. Kamboja dan Laos sama sekali belum mempunyai perundangan tentang kesehatan hewan.
Sejak dahulu satu-satunya aturan di Kamboja adalah dalam bentuk keputusan menteri. Itu pun orientasinya lebih pada aturan sanitasi dan hygiene dari hewan dan produk hewan. Kamboja sedang menyelesaikan naskah UU Kesehatan Hewan baru sebagai prioritas tinggi yang harus diselesaikan dalam waktu dekat.
Laos masih mengandalkan aturan dalam bentuk keputusan menteri sebagai tindakan reaktif untuk mengatasi masalah penyakit mulut dan kuku (PMK) di wilayahnya.
Malaysia dan Thailand memiliki perundangan kesehatan hewan yang sudah lebih maju. Hanya bedanya UU Malaysia yang lama (Animal Act 1953) sudah direvisi pada 2006. Termuat juga aturan tentang hewan, termasuk ternak dan burung. Malaysia memiliki perundangan yang mengatur tentang rumah pemotongan hewan (Abattoirs Act 1993).
Thailand masih menggunakan perundangan lama yang isinya lebih bertitik berat pada epidemi (Animal Epidemic Act 1956). Thailand proses merevisi undang-undang ini mengikuti perkembangan ke depan. Thailand memiliki juga UU Peternakan (Law of Animal Husbandry), pengendalian kualitas pakan (Law of Animal Feed Quality Control), klinik hewan dan rabies (Law of Animal Clinics and Law of Rabies), serta pengawasan penyembelihan ternak dan penjualan daging (Law of Animal Slaughter Control and Sale of Meats).
Myanmar memiliki satu perundangan (Animal Health and Development Law 1993), tetapi isinya belum cukup komprehensif mencakup hal-hal yang perlu diatur di bidang kesehatan hewan. Vietnam menyusun perundangannya pada saat negara ini mulai mengalami krisis flu burung (Veterinary Ordinance 2004). Meskipun teks hukum pada dasarnya berbeda antarnegara, tetapi kekuatan hukum dari pasal-pasal perundangan tersebut tidak terlalu tegas.
Filipina memiliki beberapa perundangan yang relatif baru, yaitu perundangan tentang kesejahteraan hewan (Animal Welfare Act 1998) dan rabies (Anti-Rabies Act 2007). Filipina sedang menyusun perundangan baru yang bakal memuat keseluruhan aturan sistem kesehatan hewan nasional (Animal Health Code Act).
Malaysia, Myanmar dan Thailand secara tegas mencantumkan sanksi atau hukuman bagi pelanggar, yang sangat dibutuhkan dalam penerapan suatu undang-undang (law enforcement).
Hanya tiga negara yaitu Malaysia (Veterinary Surgeons Act 1974), Myanmar (Veterinary Council Law 1995) dan Philippina (Veterinary Medicine Act 2004) yang memiliki undang-undang yang mengatur profesi dokter hewan.
Ikhtisar:
- Banyak penyakit baru, sementara penyakit lama juga sering muncul kembali.
- Perundangan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk mengatasi masalah penyakit tersebut.
0 Komentar:
Posting Komentar