Minggu, 07 Maret 2010

Flu Babi, Lonceng Pandemi Abad Ke-21?

SUARA PEMBARUAN – 29 April 2009

Tri Satya Putri Naipospos

Dunia dikejutkan dengan wabah flu babi atau influenza babi hingga menimbulkan kepanikan masyarakat internasional. Sampai dengan ditulisnya artikel ini, 103 orang dilaporkan meninggal dunia, dan lebih dari 1.000 orang diduga terserang flu babi di Meksiko. Di AS, ditemukan 20 orang terinfeksi flu babi, tetapi belum ada laporan adanya kematian.

Flu babi pertama kali dikenal pada saat berlangsungnya pandemi influenza Spanyol dalam kurun 1918-1919. Peristiwa itu dianggap sebagai pandemi terburuk sepanjang sejarah modern, karena 40 persen populasi manusia di dunia tertular dan lebih dari 50 juta orang meninggal dunia.

Penyebab pandemi flu Spanyol kala itu adalah virus influenza H1N1. Para ahli memprediksi bahwa wabah flu babi di Meksiko dan AS sekarang ini berpotensi memicu terjadinya pandemi global, seperti halnya pandemi flu Spanyol 1918.

Seorang dokter hewan di AS, J Koen, adalah orang yang pertama kali menemukan penyakit flu babi pada 1919. Temuan itu setelah dia mengamati sejumlah keluarga menderita flu, begitu ternak babi peliharaannya menderita sakit dan begitu juga terjadi sebaliknya.

Virus flu babi pertama kali diisolasi dari babi pada 1930 oleh Shope dan Lewis. Baru pada 1974, virus berhasil diisolasi dari manusia. Penemuan pada waktu itu membuktikan spekulasi yang sudah lama beredar, bahwa virus influenza asal babi dapat menular ke manusia.

Flu babi merupakan penyakit yang umum ditemukan pada peternakan babi dan penyebarannya sudah meluas. Virus influenza diketahui secara reguler bersirkulasi pada populasi babi di seluruh dunia, dan yang paling banyak ditemukan yaitu subtipe H1N1, H3N2, H1N2, dan H1N3.

Gejala klinis flu babi sama halnya seperti gejala flu pada manusia, akan tetapi sifatnya lebih ringan. Ditandai dengan demam akut, gangguan pernapasan, batuk, dan keluarnya cairan dari hidung. Pada banyak kasus bisa bersifat subklinis atau babi tidak menunjukkan gejala sakit.

Dari kasus sporadik flu babi yang terjadi pada manusia, dikombinasikan dengan hasil studi sero-epidemiologi yang pernah dilakukan, menunjukkan bahwa risiko flu babi semakin meningkat pada para pekerja peternakan babi. Para ahli menekankan pentingnya peranan kelompok yang berisiko tinggi ini dalam proses terbentuknya strain influenza baru pada masa depan.

Peran Babi

Sejak lama babi dianggap berperan dalam penularan influenza antarspesies, karena hewan ini memiliki reseptor, baik terhadap virus influenza unggas maupun manusia. Konsekuensinya, babi dianggap sebagai induk semang perantara atau sebagai tabung pencampur (mixing vessel), di mana material genetik virus dapat dipertukarkan. Material genetik virus asal unggas, manusia, dan babi dapat saling bersegmentasi, sehingga mampu menghasilkan virus baru. Bahayanya, manusia tidak memiliki kekebalan dan menjadi sangat rentan.

Pasien yang diidentifikasi flu babi di Meksiko dan AS kebanyakan anak-anak dan tidak seorang pun pernah memiliki riwayat kontak dengan babi. Hal ini memunculkan pemikiran para ahli, bahwa penularan bukan berasal dari babi, melainkan telah terjadi penularan dari manusia ke manusia.

Para ahli dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) AS menyatakan bahwa penyebab timbulnya wabah influenza di Meksiko dan AS saat ini adalah suatu strain baru dari virus influenza babi tipe A H1N1, yang secara substansial berbeda dari strain influenza H1N1 yang biasa menyerang manusia.

Berdasarkan analisis kombinasi genetik dari virus strain baru tersebut tidak pernah dikenal sebelumnya di antara isolatif-isolatif virus yang ditemukan, baik dari babi atau manusia di AS, atau tempat mana pun di dunia. Virus H1N1 versi baru ini dikatakan mengandung campuran material genetik yang khas ditemukan pada strain virus yang menulari manusia, unggas, dan babi.

Sebagian besar dari populasi manusia tentunya akan sangat rentan dengan strain baru ini. Apalagi vaksin influenza biasa dengan antigen H1N1, sangat mungkin tidak akan mampu memberikan proteksi.

Berpotensi Pandemi?

Para ahli mengatakan, virus flu babi sudah mulai menyebar ke seluruh dunia. Setelah Meksiko dan AS, sejumlah kecil kasus terduga dilaporkan di Kanada, Selandia Baru, Kolombia, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Israel.

Sebagian besar ahli percaya bahwa upaya menangkal virus di era modern, di tengah perjalanan udara begitu cepat, akan sangat sulit dilakukan. Apabila pandemi global terjadi, tidak dapat dihindarkan dampak yang sangat katastrofe bagi perjalanan domestik, internasional, dan niaga.

Pertanyaan yang mengemuka, akankah ini menjadi lonceng timbulnya pandemi pada abad ke-21?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, sejumlah dasar ilmiah yang digunakan untuk menilai potensi pandemi dari wabah ini. Pertama, virus adalah strain influenza baru, di mana populasi manusia belum tervaksinasi atau belum memiliki kekebalan alamiah. Kedua, virus menginfeksi manusia melalui penularan manusia ke manusia. Ketiga, adanya virulensi (keganasan) yang ditunjukkan dengan kejadian penyakit yang parah dan kematian manusia di Meksiko. Keempat, virus dideteksi di sejumlah wilayah sepanjang Amerika Utara, dan kemungkinan kasus lain di Eropa, Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Pasifik Selatan.

Kesiapan Indonesia

Direktur Jenderal WHO Margaret Chan telah menyatakan bahwa wabah influenza babi tipe A H1N1 di Meksiko dan AS merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang bersifat darurat dan berdampak internasional.

Mematuhi International Health Regulation, semua negara di dunia disarankan untuk melakukan surveilans influenza secara intensif dan melaporkan apabila menemukan kejadian luar biasa.

Pemerintah Indonesia harus menyiapkan dana memadai dan sumber daya manusia andal untuk mengenali secara dini terhadap setiap kemungkinan kejadian influenza luar biasa, baik pada hewan maupun pada manusia. Pengalaman wabah flu burung H5N1 lebih dari lima tahun seharusnya bisa menjadi proses pembelajaran yang membuat para ahli Indonesia mampu lebih siap dibandingkan sebelumnya.

Ancaman pandemi bukan hanya bisa datang dari luar, tetapi juga dari dalam negeri. Mengingat faktor-faktor seperti virus H5N1 sudah endemik di 31 provinsi, penyebaran virus ada di berbagai spesies dan konsentrasi peternakan babi di sejumlah daerah di Indonesia.

*) Penulis adalah Pakar Zoonosis, bekerja di World Organization for Animal Health Regional Coordination Unit for South East Asia.

0 Komentar: