Sabtu, 07 Juli 2012

Telusur virus H5N1 pada babi

Sumber: nature.com
“…. Our data suggest that pigs are at risk for infection during outbreaks of influenza virus A (H5N1) and can serve as intermediate hosts in which this avian virus can adapt to mammals.”
Nidom et al. (2010). Emerging Infectious Diseases, Volume 16, Number 10 — October 2010

“And, because pigs can harbour multiple strains of the influenza virus, they are good incubators for mutants — including those that might make H5N1, for example, more contagious.” 
Richard Webby (2012). Nature, Volume 483 – 29 March 2012

Oleh: Tri Satya Putri Naipospos

Pentingnya dilakukan telusur virus influenza pada babi terutama di negara-negara yang memiliki banyak peternakan babi dikemukakan kembali akhir-akhir ini oleh seorang peneliti virus influenza, Richard Webby (2012) dari St. Jude Children’s Hospital, Memphis, Amerika Serikat. [1] Meskipun identifikasi virus H5N1 sebenarnya sudah diketahui sejak awal munculnya pandemi highly pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 unggas di Asia. Virus H5N1 pada babi pertama kali ditemukan di Provinsi Fujian dan di empat lokasi lainnya di China selama 2001-2003. [2, 3]

Di Indonesia, virus H5N1 pada babi ditemukan pertama kali oleh C.A. Nidom pada 5 dari 10 ekor babi yang sehat di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada 2005. Kemudian pada 2006, virus H5N1 ditemukan oleh I.G.N.K. Mahardika pada 2 ekor babi di Kabupaten Gianyar dan Tabanan, Provinsi Bali. [4, 5].

Richard Webby mengatakan di jurnal ilmiah Nature (2012) bahwa setiap virus influenza yang bersirkulasi di populasi babi punya risiko terhadap manusia – lihat saja bagaimana kehebohan yang ditimbulkan oleh virus pandemi H1N1 2009, yang kemungkinan besar bersumber dari babi. Begitu juga karena babi menjadi tempat berlabuh bagi banyak virus influenza, maka babi bertindak sebagai inkubator yang baik untuk terjadinya mutasi, termasuk diantaranya virus H5N1 yang bisa berubah menjadi bentuk lebih ganas. [1]

Kepekaan babi

Sejak lama diketahui bahwa babi peka terhadap infeksi virus-virus avian influenza, meskipun infeksi alamiah belum pernah dilaporkan sebelumnya. Babi berimplikasi terhadap kemunculan virus-virus influenza baru dalam dua kali pandemi influenza yang terjadi di abad sebelumnya. Babi dilaporkan memiliki reseptor pada organ pernafasannya yang membuat mereka peka terhadap infeksi virus-virus influenza manusia dan unggas. [7]

Apabila babi terinfeksi virus manusia dan unggas secara simultan, maka babi dapat bertindak sebagai ‘tabung pencampur” (mixing vessel) yang mampu memfasilitasi perubahan material genetik antara ke-dua virus tersebut dalam suatu proses yang dikenal sebagai “penataan ulang” (reassortment). Virus baru yang dihasilkan tersebut tidak dikenal oleh sistem kekebalan tubuh manusia yang akan berpotensi menimbulkan pandemi jika mengandung gen-gen manusia yang cukup untuk menimbulkan penularan yang efisien antara orang-ke-orang, dan jika virus baru tersebut menyebabkan penyakit yang parah pada manusia. [7]

Potensi nyata dari kemampuan “penataan ulang” virus-virus influenza pada babi memunculkan teori “tabung pencampur” seperti diilustrasikan dalam Gambar 1. [9]


Gambar 1. Babi sebagai ‘tabung pencampur” (mixing vessel) bagi virus-virus influenza A. Burung akuatik liar sebagai ‘reservoir’ alamiah bagi virus-virus influenza A subtipe H1-H16. Virus-virus influenza A unggas seringkali ditularkan dari ‘reservoir’ burung akuatik liar ke unggas domestik dan juga dari unggas domestik ke babi. Virus-virus influenza A manusia dan unggas dapat menginfeksi babi dan “penataan ulang” (reassortment) antara virus-virus influenza A unggas, babi dan manusia bisa terjadi pada babi. Virus-virus influenza A dari babi juga dapat menginfeksi manusia. Babi dipostulasikan sebagai hospes perantara (intermediate host) bagi virus-virus influenza A. Virus-virus influenza unggas dari unggas domestik atau burung akuatik liar kadang-kadang menular ke manusia (contoh: virus H5N1). Garis lurus – berarti seringkali terjadi dan/atau kejadian penularan dapat dikonfirmasi. Garis terputus-putus – berarti mungkin terjadi dan/atau penularan kadang-kadang terjadi. Sumber: [9]

Konfirmasi infeksi H5N1 pada babi tentu saja akan menambah kompleksitas epidemiologi dari penyakit ini, tetapi hal ini harus dilihat dalam kerangka perspektif. [7] Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa mengingat penyebaran alamiah wabah H5N1 di Asia dan kapabilitas virus-virus influenza untuk melompati hambatan spesies, maka bukan tidak mungkin virus H5N1 dapat terdeteksi pada babi. Babi dapat terinfeksi baik oleh virus-virus influenza A manusia maupun unggas, seperti contohnya virus-virus influenza H3N2 manusia telah dideteksi pada babi-babi di Asia, Eropa dan Afrika. [8]

worldofviruses.wordpress.com
Sebagian dari virus-virus influenza manusia dan unggas ini mungkin saya beradaptasi terhadap babi dan mulai bersirkulasi dalam populasi babi. Ko-sirkulasi virus-virus unggas, manusia dan babi dalam tubuh babi adalah suatu hal yang menjadi kekhawatiran nyata, oleh karena potensi pertukaran genetik atau “penataan ulang” dari material antar virus-virus tersebut. Suatu kejadian yang dianggap berpotensi untuk menghasilkan strain pandemi influenza baru.

Peranan babi dalam “penataan ulang” genetik sebenarnya belum dipahami secara baik. Peluang untuk terjadinya “penataan ulang” genetik bergantung baik pada lamanya sirkulasi virus pada babi, begitu juga keberadaan simultan virus-virus influenza A manusia dan babi (seperti H3N2 atau H1N1). Selama virus-virus influenza manusia dan unggas saling bersirkulasi – apakah itu terjadi pada manusia atau babi – kemungkinan pertukaran material genetik akan tetap ada. [8]

Sebelumnya “penataan ulang” genetik antar gen segmen virus influenza unggas, manusia dan/atau babi telah terjadi pada babi dan menghasilkan virus-virus babi baru hasil penataan ulang (reassortant) yang menular ke manusia. Contohnya virus-virus influenza A H2N3 baru hasil penataan ulang yang diisolasi dari babi-babi di Amerika Serikat. Babi-babi tersebut sangat mungkin tertular virus-virus influenza unggas lewat air permukaan yang diambil dari kolam yang digunakan untuk membersihkan kandang dan memandikan hewan. Virus-virus H2N3 baru tersebut mampu menyebabkan penyakit pada babi dan tikus dan sangat menular antar babi dan musang (ferrets) tanpa perlu adaptasi sebelumnya. [9]

Penularan pada babi

Untuk mendeterminasi apakah virus-virus influenza A H5N1 unggas yang dikaitkan dengan infeksi pada manusia dapat menular ke babi, maka suatu penelitian di Vietnam pada 2004 lalu menginvestigasi kejadian serologis terhadap pendedahan virus H5N1 pada babi. Dari 3.175 serum babi yang diuji, 8 (0,25%) positif terhadap virus influenza H5N1 unggas yang diisolasi di Vietnam dan Thailand pada 2004. Studi eksperimental terhadap replikasi dan penularan virus-virus H5N1 babi menunjukkan bahwa semua virus-virus yang diuji bereplikasi dalam organ pernafasan, tetapi tidak ada yang menulari babi-babi melalui kontak. Titer virus yang berasal dari usapan hidung mencapai puncaknya pada hari ke-2, dan titer yang rendah dideteksi pada organ hati dari ke-4 babi yang diuji. Penemuan tersebut mengindikasikan bahwa babi-babi dapat terinfeksi dengan virus-virus H5N1 Asia yang mematikan tersebut, akan tetapi virus-virus tersebut tidak bisa menular antar babi pada kondisi eksperimental. [10]

pandemicinformationnews.blogspot.com
Suatu penelitian lain yang juga menginvestigasi dampak pada babi sebagai model hewan yang diinfeksi dengan empat virus H5N1 yang diisolasi dari manusia, unggas dan burung liar. Ke-4 virus tersebut terdiri dari virus manusia asal Vietnam, virus ayam asal Indonesia, virus angsa liar asal Mongolia dan virus entok asal Vietnam.

Penelitian tersebut memperlihatkan pendedahan babi melalui hidung (inokulasi intranasal) dengan virus H5N1 atau dengan mengonsumsi daging unggas terinfeksi H5N1 hanya menghasilkan infeksi pada babi dalam bentuk kehilangan berat badan ringan. Kontras dengan pada model hewan lain seperti tikus dan musang dimana sejumlah virus diantaranya menjadi sangat ganas dan secara sistematis bereplikasi dalam berbagai organ. Replikasi virus H5N1 pada babi hanya terbatas pada organ pernafasan, terutama di paru-paru dan tonsil. Bronkitis dan radang paru-paru ringan sampai sedang dapat diamati pada paru-paru babi yang terinfeksi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa babi memiliki kepekaan yang rendah terhadap infeksi virus-virus influenza A H5N1, mulai dari tanpa gejala sama sekali sampai gejala ringan. [11]

Sebagaimana disampaikan diatas, virus-virus influenza A H5N1 diisolasi dari populasi babi di Provinsi Fujian, China sejak 2001. Untuk meneliti apakah infeksi H5N1 pada babi dapat menghasilkan virus yang beradaptasi ke manusia, maka suatu survei serologis pada populasi babi dilakukan di Provinsi Fujian, China pada 2004 dan 2007. Duapuluh lima peternakan babi yang mencakup seluruh 9 kabupaten administratif di Provinsi Fujian diambil sampelnya dengan total sebanyak 1.407 sampel serum. Uji haemagglutination inhibition (HI) menunjukkan bahwa tidak terungkap adanya infeksi H5 dan hanya beberapa kasus terinfeksi H9. Hasil negatif infeksi H5 ini kemudian diverifikasi dengan uji micro-neutralization. [12]

Sebaliknya infeksi virus influenza H1 ditemukan cukup tinggi pada babi dalam dua kali survei tersebut menurut hasil uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Tingkat infeksi H3 menurun secara drastis pada 2007 dibandingkan dengan 2004, jika diuji dengan HI dan ELISA. Survei ini menyimpulkan bahwa populasi babi di Provinsi Fujian tidak terpengaruh besar oleh virus-virus influenza H5N1 unggas, mengingat tidak ditemukan bukti serologis keberadaan virus-virus tersebut pada populasi babi. Penemuan isolasi virus H5N1 unggas dianggap hanya sporadis. [12]

Suatu survei dilakukan untuk mengamati keberadaan virus dan antibodi terhadap virus-virus influenza A di Thailand. Sejumlah 359 sampel usapan trachea dan 553 sampel serum dikoleksi selama Mei-Oktober 2004 dari 5 provinsi yang dilaporkan mengalami wabah H5N1 (Chachoegsao, Kanchanaburi, Khonkaen, Sukothai dan Supanburi).

Virus influenza diisolasi dengan inokulasi telur dan diidentifikasi dengan uji HI dan reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Semua sampel usapan trachea menunjukkan hasil negatif virus H5N1 unggas dan virus H3N2 babi, akan tetapi hanya dua sampel positif virus H1N1 babi. Semua sampel serum yang diperiksa dengan uji neutralization (SNT) menunjukkan hasil negatif virus H5N1 unggas, akan tetapi positif virus babi H1N1 dan H3N2. Uji HI memberikan persentase sero-positif yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji SNT untuk ke-dua virus babi H1N1 dan H3N2. Survei ini mengindikasikan bahwa virus H5N1 unggas tidak terdeteksi pada babi selama periode investigasi. [13]

Mesir sebagai negara yang mengalami wabah H5N1 pada unggas belakangan dari negara-negara di Asia Tenggara, juga melakukan survei dengan mengoleksi serum dan usapan hidung dari 240 ekor babi (meliputi 11 kelompok) dari wilayah kumuh di kota Cairo pada Mei 2008. Bulan Mei dipilih karena segera setelah masa berakhirnya musim migrasi burung dan badai musiman yang biasanya dibarengi dengan penyakit-penyakit yang ditularkan lewat udara (air-borne diseases). Sedangkan wilayah kumuh Cairo dipilih antara lain karena babi-babi di sana biasanya makan bahan organik termasuk bangkai ayam dan merupakan pangkal delta sungai Nil dimana kebanyakan virus H5N1 terpusat di wilayah tersebut. [14]

Untuk deteksi antibodi virus influenza A pada serum digunakan uji HI, sedangkan untuk deteksi viral RNA pada usapan hidung digunakan uji real-time PCR. Semua sampel usapan hidung bereaksi negatif terhadap real time PCR, hanya 4 sampel serum menunjukkan hasil positif terhadap virus H5N2. Tujuh sampel serum positif dideteksi positif terhadap virus H5N1 lokal. Survei ini mengindikasikan bahwa infeksi virus H5N1 tidak ditemukan pada babi-babi yang diinvestigasi. Tidak adanya gejala pada babi-babi yang serumnya HI positif menunjukkan kepekaan yang rendah terhadap infeksi virus H5N1. [14]

H5N1 pada babi di Indonesia

Untuk mengetahui apakah virus influenza A pada babi telah berada di Indonesia sebelum kejadian wabah H5N1 pada unggas pada pertengahan 2003 lalu, maka dilakukan studi serologis retrospektif terhadap 982 serum babi dari berbagai daerah di Indonesia yang tersimpan di bank serum Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, serta 134 sampel organ babi dari rumah potong hewan (RPH). Serum babi yang tersimpan di bank serum tersebut diuji terhadap antibodi virus-virus influenza A menggunakan uji agar gel immunodiffusion (AGID). Hasil pengujian menunjukkan bahwa 0,04% serum babi positif terhadap uji AGID. Untuk konfirmasi ternyata serum hewan positif tersebut bereaksi negatif terhadap uji ELISA. [15]

pigprogress.net
Disamping itu sampel paru-paru babi asal RPH dikoleksi untuk isolasi virus influenza A pada telur embrio tertunas. Identifikasi virus dilakukan dengan uji aglutinasi darah dan ELISA. Hasil isolasi memperlihatkan adanya virus yang bersifat mengagglutinasi sel darah merah ayam dan angsa, namun setelah diuji dengan ELISA ternyata seluruh isolat bukan virus influenza A. Penelitian ini mengindikasikan bahwa infeksi virus influenza A pada babi belum pernah terjadi di lokasi penelitian sebelum terjadinya wabah H5N1 pada 2003 lalu. [15]

Untuk mendeterminasi apakah babi berpotensi sebagai hospes perantara dimana virus-virus influenza tipe A bisa beradaptasi ke manusia, maka dilakukan suatu surveilans selama 2005-2009 di Indonesia. Surveilans tersebut menemukan dari keseluruhan 702 sampel usapan hidung, sebanyak 52 (7,4%) ekor babi di 4 provinsi (Banten, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan) terinfeksi virus influenza H5N1 selama 2005-2007, akan tetapi tidak selama 2008-2009. Tidak ditemukan virus pada sampel feses yang diambil dari babi yang sama. [6]

Pada periode surveilans Januari 2005-Februari 2005, dari 159 sampel usapan hidung diisolasi 35 (22%) virus dari 5 peternakan babi di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten yang lokasinya berdekatan dengan wilayah dimana wabah H5N1 pada unggas terjadi pada 2004 yang lalu dan virus sudah menjadi endemik. Sampel yang diuji dari dua peternakan lainnya tidak ditemukan virus influenza H5N1. Sampel yang dikoleksi dari RPH di Kabupaten Surabaya, Provinsi Jawa Timur juga negatif virus influenza H5N1. [6]

http://sciencenordic.com/
Pada periode surveilans berikutnya Oktober 2006-Februari 2007, virus H5N1 diisolasi dari 2 peternakan babi di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten (12% dan 7%), 1 peternakan babi di Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur (3%) dan 1 peternakan di Kabupaten Medan, Provinsi Sumatera Utara (5%). Begitu juga sampel yang diambil dari RPH di Surabaya, Jawa Timur (8%) dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan (4%). Semua peternakan dan RPH tersebut berdekatan dengan lokasi kejadian wabah H5N1 sebelumnya. Babi-babi tersebut tidak menunjukkan gejala seperti influenza pada saat sampel dikoleksi. [6]

Pada periode surveilans November 2008-April 2009, tidak satupun virus berhasil diisolasi dari 300 ekor babi yang berasal dari 4 peternakan babi (2 di Kabupaten Tulungagung, 1 di Kabupaten Jember dan 1 di Kabupaten Malang) dan RPH Surabaya di Provinsi Jawa Timur, 1 peternakan babi di Kabupaten Solo, Provinsi Jawa Tengah, 1 peternakan babi di Kabupaten Tabanan dan RPH Denpasar di Provinsi Bali, dan 1 peternakan babi di Pulau Bulan, Provinsi Kepulauan Riau. Meskipun demikian, 300 sampel serum yang diambil dari babi yang sama menunjukkan 3 (1%) ekor babi memiliki antibodi netralisasi terhadap virus H5N1, akan tetapi tidak terhadap virus H4N6. Hasil serologis positif ini mengindikasikan adanya pendedahan secara terbatas terhadap virus influenza H5N1. Sampel positif diperoleh dari suatu peternakan di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. [6]

Hasil surveilans yang digambarkan diatas dengan rincian lokasi dan prevalensi dari virus-virus influenza A H5N1 pada babi diperlihatkan pada Tabel 1 dibawah ini. [6]

Tabel 1. Lokasi dan prevalensi virus-virus influenza A H5N1 yang diisolasi dari babi

Sumber: Nidom et al. (2010)
Potensi pandemi

Penemuan-penemuan virus influenza A H5N1 pada babi sebagaimana diuraikan diatas mengindikasikan adanya kemungkinan bahwa babi dapat menularkan virus baru dari suatu ‘reservoir’ unggas ke spesies mamalia lainnya. Seperti diketahui, ekologi dari virus-virus influenza A sangat dinamis dan komplek meliputi banyak spesies hospes dan gen virus. [9] Strain virus-virus influenza A baru dapat muncul lewat akumulasi mutasi, “penataan ulang” alamiah dan adaptasi terhadap hospes barunya. [19]

Peternakan unggas komersial, pasar becek, peternakan unggas belakang rumah, fasilitas pemotongan unggas komersial maupun yang dilaksanakan di rumah, peternakan babi, kebiasaan pola makan manusia dan perdagangan global hewan eksotik mempunyai implikasi terhadap penyebaran virus-virus influenza A. [9] Pasar becek seperti di Asia Tenggara dimana orang, babi, itik, angsa dan ayam (dan kadangkala hewan lain) berada dalam satu lingkungan yang berdekatan bisa menimbulkan ancaman tertentu bagi kesehatan manusia. [16, 17, 18]

Mengingat genom dari virus influenza A mengandung delapan segmen RNA, ko-infeksi satu sel hospes dengan dua strain berbeda dapat menghasilkan turunan virus-virus yang mengandung segmen gen dari ke-dua virus orangtuanya. Secara teoritis, ada 256 kemungkinan kombinasi dari delapan segmen gen antara ke-dua virus tersebut. [20] Babi dianggap sebagai kandidat utama dalam menghasilkan virus-virus hasil “penataan ulang” antara virus-virus influenza A manusia dan unggas. [21] Berbagai laporan yang ada menunjukkan isolasi utuh dari virus-virus influenza A unggas dan manusia pada babi, sementara analisis lengkap genetik mengkonfirmasikan terjadinya “penataan ulang” virus-virus babi, unggas dan/atau manusia pada babi di seluruh dunia [22, 23], seperti yang dilaporkan belakangan ini di China. [24] Penting untuk diketahui pula bahwa babi juga mampu menularkan virus-virus hasil “penataan ulang” ke manusia, seperti yang didemonstrasikan pada strain pandemi 2009 H1N1 yang lalu. [19, 25, 26]

Para ahli menyimpulkan bahwa virus-virus influenza A H5N1 tetap dianggap sebagai ancaman nyata terhadap kesehatan masyarakat. [19] Para ahli juga mengatakan virus influenza unggas yang ditularkan lewat babi ke manusia tetap memiliki risiko yang signifikan dalam menyebabkan terjadinya pandemi baru influenza manusia. [9] Namun demikian sulit untuk diprediksi virus yang mana bisa menyebabkan pandemi manusia berikutnya dan kapan pandemi dimulai. Oleh karenanya bukan hanya keberadaan virus influenza A H5N1 saja yang harus diinvestigasi secara berkelanjutan, tapi ada kebutuhan kuat untuk juga menginvestigasi kejadian infeksi dari virus-virus influenza A lainnya, seperti subtipe-subtipe H1, H2, H3 dan H9. [19]

Begitu juga penting untuk diketahui bahwa pengembangan dan penyebaran virus-virus hasil “penataan ulang” yang beradaptasi ke mamalia yang ditularkan dari babi ke manusia bisa terjadi dimana saja di dunia ini. Oleh karenanya, baik penelitian di bidang kesehatan maupun kesehatan hewan (veteriner) perlu memberikan perhatian akan potensi kapasitas penularan lintas-spesies dari virus-virus influenza A ini. [9]

Referensi:

1. Webby R. (2012). How to track a flu virus? Improved surveillance of pigs. Nature, Vol. 483, pp. 535-536.
2. http://www.taipeitimes.com/News/world/archives/2004/08/25/2003200144
3. http://www.promedmail.org/direct.php?id=20040820.2311
4. Cyranoski D. (2005). News. Bird flu spreads among Java’s pigs. Nature 435, 390-391 (26 May 2005). doi:10.1038/435390a; Published online 25 May 2005. http://www.nature.com/nature/journal/v435/n7041/pdf/435390a.pdf
5. http://www.cidrap.umn.edu/cidrap/content/influenza/avianflu/news/oct1006pigs.html
6. Nidom C.A, Takano R., Yamada S., Sakai-Tagawa Y., Daulay S., Aswadi D., Suzuki T., Suzuki Y., Shinya K., Itwasuki-Haromoto K., Muramoto Y., and Kawaoka Y. (2010). Influenza A (H5N1) Viruses from Pigs, Indonesia. Emerging Infectious Diseases, 16(10): 1515-1523.
7. WHO (2004). Avian influenza: H5N1 detected in pigs in China. Global Alert and Response (GAR), 20 August 2004. http://www.who.int/csr/don/2004_08_20/en/
8. WHO (2004). Avian influenza - update: Implications of H5N1 infections in pigs in China. Global Alert and Response (GAR), 25 August 2004. http://www.who.int/csr/don/2004_08_25/en/
9. Ma W., Khan R.E., and Richt J.A. (2009). Review Article. The pig as a mixing vessel for influenza viruses: Human and veterinary implications. Journal of Molecular and Genetic Medicine, 3(1): 158-166.
10. Choi Y.K., Nguyen T.D., Ozaki H., Webby R.J., Puthavathana P., Buranathal C., Chaisingh A., Auewarakul P., Hanh N.T.H., Ma S.K., Hui P.Y., Guan Y., Peiris J.S.M., and Webster R.G. (2005). Notes. Studies of H5N1 Influenza Virus Infection of Pigs by Using Viruses Isolated in Vietnam and Thailand in 2004. Journal of Virology, 79(16): 10821-10825. doi:10.1128/JVI.79.16.10821–10825.2005.
11. Lipatov A.S., Kwon Y.K., Sarmento L.V., Lager K.M., Spackman E., Suarez D.L., and Swayne D.E. (2008). Domestic Pigs Have Low Susceptibility to H5N1 Highly Pathogenic Avian Influenza Viruses. PLoS Pathogens, Vol. 4, Issue 7, e1000102.
12. Song X.-H., Xiao H., Huang Y., Fu G., Jiang B., Kitamura Y., Liu W., Liu D., and Gao G.F. (2010). Abstract. Serological Surveillance of Influenza A Virus Infection in Swine Populations in Fujian Province, China: No Evidence of Naturally Occurring H5N1 Infection in Pigs. Zoonoses and Public Health, 57(4): 291-298. DOI: 10.1111/j.1863-2378.2009.01270.x.
13. Parchariyanon S. (2006). Investigation of influenza A virus infection in pigs from 5 reported AIV outbreak provinces in 2004. J. Thai Vet. Med. Assoc., 57(3): 16-25.
14. El-Sayed A., Awad W., Fayed A., Hamann H-P., and Zschöck M. (2010). Letter to the Editor. Avian Influenza Prevalence in Pigs, Egypt. Emerging Infectious Diseases, 16(4): 726-727. DOI: 10.3201/eid1604.091316.
15. Sendow I., Adjid R.M.A., Syafriati T., dan Selleck P. (2010). Studi Retrospeksi Infeksi Influenza A Pada babi Sebelum Wabah Avian Influenza H5N1 Pada Unggas Di Indonesia. Seminar Nasional Teknolosi Peternakan dan Veteriner 2010. pp. 772-779.
16. Webster R.G. (2004). Wet markets-a continuing source of severe acute respiratory syndrome and influenza? The Lancet, 363, 234-236.
17. Bush RM. (2005). Influenza as a model system for studying thecross-species transfer and evolution of the SARS coronavirus, In: McLean AR, May RM, Pattison J and Weiss RA (Eds) SARS: A case study in emerging infections, Oxford University Press, Oxford, pp 24-30.
18. Lau EHY, Leung YHC, Zhang LJ et al. 2007. Effect of interventions on influenza A (H9N2) isolation in Hong Kong’s live poultry markets, 1999-2005. Emerg Infect Dis,13: 1340-1347.
19. Tejeda A.R. and Capua I. (2011). OFFLU Literature Review paper. Virus-specific factors associated with zoonotic and pandemic potential. 15 November 2011. This paper is an OFFLU contribution to the WHO Research agenda on influenza. http://www.who.int/influenza/resources/research/about/en/index.html
20. Taubenberger J.K. and Kash J.C. (2010). Review. Influenza virus evolution, host adaptation, and pandemic formation. Cell Host Microbe. 2010 Jun 25; 7(6):440-51.
21. Kuntz-Simon G. and Madec F. (2009). Review. Genetic and antigenic evolution of swine influenza viruses in Europe and evaluation of their zoonotic potential. Zoonoses Public Health. 2009 Aug; 56(6-7):310-25.
22. Ma W., Lager K.M., Vincent A.L., Janke B.H., Gramer M.R., and Richt J.A. (2009). Review. The role of swine in the generation of novel influenza viruses. Zoonoses Public Health. 2009 Aug; 56(6-7):326-37.
23. Shinde V., Bridges C.B., Uyeki T.M., Shu B., Balish A., Xu X., Lindstrom S., Gubareva L.V., Deyde V., Garten R.J., Harris M., Gerber S., Vagasky S., Smith F., Pascoe N., Martin K., Dufficy D., Ritger K., Conover C., Quinlisk P., Klimov A., Bresee J.S., and Finelli L. (2009). Triple-reassortant swine influenza A (H1) in humans in the United States, 2005-2009. N Engl J Med. 2009 Jun 18; 360(25):2616-25.
24. Cong Y., Wang G., Guan Z., Chang S., Zhang Q., Yang G., Wang W., Meng Q., Ren W., Wang C., and Ding Z. (2010). Reassortant between human-Like H3N2 and avian H5 subtype influenza A viruses in pigs: a potential public health risk. PLoS One. 2010 Sep 7; 5(9): e12591.
25. Brockwell-Staats C., Webster R.G., and Webby R.J. (2009). Review. Diversity of influenza viruses in swine and the emergence of a novel human pandemic influenza A (H1N1). Influenza Other Respi Viruses. 2009 Sep; 3(5):207-13.
26. Girard M.P., Tam J.S., Assossou O.M., and Kieny M.P. (2010). Review. The 2009 A (H1N1) influenza virus pandemic: A review. Vaccine. 2010 Jul 12; 28(31):4895-902.

*) Penulis bekerja di Food and Agriculture Organization of the United Nations di Vientiane, Laos.

0 Komentar: